oleh: Maulida
Pagi itu Mei meninggalkan rumah, sapaan udara dingin pagi sukses mengenai tubuhnya. Ia Bergegas menuju sepeda, lalu mengkayuh secepat mungkin. Sekolah masuk pukul 07.00 tepat. Tapi pukul 06.55 ia masih berada di jalan. Ia tak ingin terlambat seperti yang lalu.
Mei datang bersama dengan berderingnya bel tanda KBM di mulai. Ia segera berlari menuju kelasnya. Nasib baik, belum ada guru yang masuk. Ia dapat bernapas lega.
“Mei, kamu baru datang?” Nia menepuk bahu Mei.
“Iya, alarmku tadi pagi tak membangunkanku, payah!” sahutnya.
“Tidurmu pulas mungkin Mei, jadi kamu tak mendengarnya” Nia menebak-nebak.
“Ah tidak, saat ku lihat wekerku ternyata mati, he he” Mei tertunduk sambil menggaruk kepalanya.
Mei melangkah dan duduk di tempatnya. Dengan langkah hati-hati secara perlahan Udin mendekati Mei dengan tujuan ingin mengagetkannya.
“Hei bangsawan!” sapa Udin dengan nada menyentak
“Eh, kamu mengagetkanku saja, ada apa?” Mei bangkit dari tempatnya lalu duduk di bangku sebelahnya.
Udin duduk di tempat yang tadi diduduki Mei.
“Tadi berangkat sekolah aku mengendarai sepeda lepas tangan selama satu menit, kamu pasti tidak dapat melakukannnya”, ucap Udin dengan setengah mengejek.
“Hanya satu menit? Aku dapat melakukan lebih dari apa yang tadi kau ceritakan!” balas Mei ejek Udin.
“Omong kosong, buktikan sepulang sekolah” Udin bersungguh-sungguh.
“Oke, akan kubuktikan!” Mei berkacak pinggang merasa tertantang.
Mei tak tahu apa yang dilakuakannya dan apa yang akan terjadi padanya nanti sepulang sekolah. Ia tak mahir mengendarai sepeda. Tapi karena masalah gengsi, ia menyanggupi perkataan Udin.
Tak terasa bel pulang berbunyi. Semua murid berlari berhamburan keluar kelas, tak terkecuali Mei.
“Mei, kamu membawa sepeda bukan? Boleh aku ikut?” Tanya Anis penuh harap.
“Oh tentu, ayo” Mei menjawab spontan.
Mei sudah siap dengan sepedanya, tapi sepertinya Udin tak terlihat batang hidungnya. Sepertinya dia sudah pulang, bahkan lupa akan janjinya.
“Dasar Udin penyok!” gumam Mei pelan.
Anis yang mendengarnya kebingungan.
“Ada apa?” Tanya Anis heran.
“Oh, tadi Udin mengajakku balapan sepeda” jawab Mei
“Bukannya Udin sudah pulang? Tadi katanya ingin bertanding sepakbola melawan SD sebelah di Lapangan Nyi Mas Gandasari” ucap Anis.
Kemudian Mei mengkayuh sepedanya, tak ingin berlama-lama lagi. Jalanan Nampak begitu lengang. Terlihat sawah begitu hijau bak permadani dari kejauhan. Mei berfikir ingin mengendarai sepeda lepas tangan. Bila terjatuhpun mungkin dirinya akan terjatuh di permadani, anggapnya simpel.
Tanpa berfikir panjang, Mei mencobanya. Kesan pertama memang sungguh mengasyikkan, namun hanya bertahan beberapa detik. Selanjutnya ia mencoba lagi. Karena jalanan menurun, sepeda meluncur kencang tak terkendali dan Mei masih melepas kedua tangannya. Dengan keadaan panik Anis memukul-mukul punggung Mei. Dugaannya benar, sepeda beserta keduanya meluncur menuju permadani hijau. Keduanya spontan berteriak. Lalu bangkit bagai putri lumpur.
Cerpen Karangan: Ratih Maulida Pratiwi
Blog: http://ingatanyangmenjauh.blogspot.com/
Sumber: cerpenmu.com, diakses tanggal 7 Juni 2013 pukul 15:58
Tidak ada komentar:
Posting Komentar